Syahdu belaian musik pop yang menggema di telinga Vigra sore itu. Di cafe kecil yang terletak di jantung kota Padang itulah tempat favoritnya yang selalu ia datangi."Gedubraakkkk" tiba-tiba terdengar layangan suara timpukan dua atau tiga buku yang mendarat langsung kearah bahunya. Sakit pasti, bagaikan serangan nuklir tentara Israel ke Palestina, sungguh ironi. "Woiiii apa-apaan sih! sakit woi!" menolehlah gadis berambut sebahu itu kebelakang dan mendapati seorang gadis seusianya bertubuh tinggi memakai jilbab berwarna merah tua, lengkap dengan kacamata yang telah berdiri dengan tangan dipinggang lagak ibu kos yang mengamuk meminta tagihan bulanan. "Jadi gini sikap seorang Vigrong yang pulang kekampung halaman dan gak ngasi berita apapun ke gue!" Celoteh gadis itu dengan tajam namun menusuk bagai sembiluh kalimat yang sedikit susah dicerna oleh otak normal. "Poyem???? apakabar, sorry-ngets gue gak ngasih tau elo,cius deh gak ada maksud apa-apa. Maksud gue mau ngasih kejutan buat elo". Vigra mencoba meyakinkan gadis yang telah sepuluh tahun lamanya menjadi sahabatnya itu. Seperti biasanya, Vigra tidak yakin alasan palsu itu akan berhasil, karna Voni, pasti tidak mudah tertipu. Nama yang bagus untuk sebuah nama pada era modren saat ini, namun itulah Vigra, yang sangat sudi sedia menukar nama seseorang menjadi panggilan keasyikan baginya, meski panggilan yang sedikit konyol. "Ra, kenapa sih lo menjauh dan seperti berubah setelah pindah ke Jakarta? Gue khawatir sama elo! Gue gak yakin sama misi lo itu. Mustahil banget rasanya kalau lo bisa. Sepuluh tahun gue kenal lo, itu bukan waktu yang cepet ra, gue tau lo itu gimana. Walaupun kita pisah kuliahnya bukan berarti kita juga musti pisah curcolnya. Ngerti gak sih lo sama omongan panjang lebar gue ini"? Berantai kalimat terucap dari mulut Voni. Membisu dibuatnya mulut Vigra. Sejenak ia sadar kalau kata-kata Voni itu benar. Munafik sekali rasanya kalau selama ini tujuannya kuliah di Jakarta adalah untuk melupakan Faiz, cinta pertamanya. Seketika pun ingatan Vigra kembali membeku. Ia diingatkan lagi dengan masalalu itu, masalalu yang lama dipendam, yang telah terpendam, dan yang telah lama terbenam dalam palung hatinya. "Permisi, ini jus jeruk pesanannya, maaf menunggu lama. ada pesanan lain?" Seketika, suara pelayan itu telah menyadarkan Vigra dari renungan bisu beberapa menit yang membuatnya seperti patung pahatan kayu yang tak bernyawa, sekaligus menambah kecurigaan Voni kepadanya. "Eh, ia mas terimakasih ya. Satu pesanan lagi buat temen saya, jus alpukatnya satu. Gak pake lama lagi loh mas!" Kembali dengan sigap Vigra mencairkan suasana yang terasa janggal itu. "ia, tadi kenapa Yem? gue rada error akhir-akhir ini, tau aja deh lu gimana perkuliahan gue disana. berat banget pelajaran Ekonominya. Elo apakabar ama Kiki? Langgeng sentosa kah? atau masih putus-nyambung kaya ekor cicak? Kuliah lo gimana"? Seperti mencoba memberi pembalasan terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diberi Voni untuknya tadi. Dengan tertawa terbahak dengan cirikhas miliknya, tidak mempan dengan sikap Voni yang terus menaikan alis matanya yang sebelah kanan, tanda tak yakin akan keseriusan pertanyaan Vigra untuknya. "Gue gak bakal jawab apapun pertnyaan basa-basi elo itu sebelum elo jawab pertanyaan gue!" Mulai serius ucapan gadis itu. Seperti anak kijang yang dikepung oleh singa. Akhirnya, Vigra mencoba menjelas sepatah dua patah kata, agar Voni mengerti tanpa ia harus memberi tahu apa yang sebenarnya yang terjadi. "Gue pengen move on Yem. Berat bagi gue untuk tetep kuliah disini. Bayangan dia selalu ada. Setelah gue fikir, pergi menjauh mungkin lebih baik, daripada gue terus sakit ngelihat dia." Serak suaranya seperti tertahan atau menahan sesuatu yang lama ada dalam dada. Berjuang Vigra untuk tidak menangis didepan sahabatnya itu. "Peres banget lo Grong! Apa musti pindah kalau lo kepengen move on? Enggak banget tau! Kalau lo pengen move on, lo coba cari penggantinya! Kenapa dia bisa sedangkan elo sendiri enggak. Mana Vigra dulu yang selalu ngasi semangat ke gue, saat gue galau karna Kiki? Gue rindu sama elo yang dulu, sama semangat elo yang dulu, sama bahakan lepas lo yang dulu. Gak kaya sekarang semua itu serba tertahan Ra, lo benar-benar berubah. Sehebat itukah laki-laki itu merubah dunia lo"? Semangat pembicaraan itu terdengar, hingga pelayan yang sedang mengantarkan pesanan kedua untuk Voni lama termenung bingung memperhatikan dua gadis itu berdebat sengit. Dan pelayan itu berlalu dengan tanda tanya yang sesekali meruak ke permukaan benaknya, sambil sesekali menoleh kebelakang melihat Vigra dan Voni yang saling terdiam.
----------
bersambung
Gee
Tidak ada komentar:
Posting Komentar