Minggu, 28 Oktober 2012

the last episode of "Ingatan Beku"

Langkah seribu kaki yang menginjak kelembutan tanah yang baru saja di basahi oleh cucuran hujan telah mewarnai hari terakhir Vigra untuk bersantai ria di kampung halamannya. Lama sudah sahabatnya menunggu di luar gedung bioskop. Seperti biasa, Voni pasti akan meluncurkan kalimat kecerewetannya, tapi jangan panggil namanya Vigra, kalau dia tidak bisa mengatasi kecerewetannya Voni. Yups, gadis yang memiliki style abstrak itu sudah menyediakan headset untuk menutupi kedua lobang telingannya, siapa tahu serangan Voni akan membabi buta. Sesampainya di tempat tujuan, gadis itu melambaikan tangan bergegas mendekati objek yg ada di depan matanya. "Lo liat ini jam berapa! Kita itu janjian jam 1 Ra! Untung aja gue udah sholat dirumah. Feeling gue selalu tepat soal keterlambatan elo!" Benar dugaan Vigra, kecerewetan Voni pun meruak kepermukaan. Dengan sigap Vigra mulai memasang headsetnya sambil memutar lagu pop kesukaannya. "Sorry, Poyem tersayang, angkotnya macet." Dengan senyum kelicikannya Vigra mulai meyakinkan Voni, namun sepertinya sia-sia. "Angkotnya yang macet apa elonya yang macet? Udah mending elo lepas tuh headset daripada gue balik pulang kerumah dan acara kita batal!" Dengan tangan terlipat didada, Voni membalas alasan kelicikan sahabatnya. "Iyolah ambo manyarah selah lai." (1) Wajahnya manyun, layak anak balita yang tidak dapat naik odong-odong.

"Perahu Kertas-nya mbak, dua ya!" "Mau duduk di tengah apa pinggiran?" "Ditengah aja mbak, biar lebih fokus nontonnya. Filmnya perdana tayang kan?" "Iya, hari ini perdana tayangnya. Ini tiketnya. Ada yang lain?" Oh, enggak mbak,, makasi ya." Percakapan singkat itu sepertinya sama sekali tidak diperdulikan oleh Vigra. Gadis itu asyik dengan sendirinya melihat orang yang lalu lalang dihadapannya, sambil membentuk jemarinya seperti sebuah bingkai foto. Dari kejauhan Voni berdecak lesu melihat tingkah sahabatnya itu. "Sama sekali gak berubah tu anak, perlu kali ya, gue cariin cowok, supaya sikap fantasinya itu bisa lenyap. Ntar deh, gue pilah-pilah dulu siapa yang pantes. Susah soalnya ngejinakin anak yang satu itu. Sejauh ini cuma Faiz yang bisa. Tapi tu cowok juga rusak, buat temen gue jadi trauma gitu." Gadis itu menjadi kesal sendiri setelah bergumam. "Ra, ini tiket lo, kita duduk di tengah ya." "Thanks Poyem ku. By the way, Kiki mana? Selama gue di Padang gak penah tuh anak nyamperin gue. Kangen juga gue. Tunggu! Jangan bilang lo ama Kiki putus lagi? Gak capek apa, kalian jalanin hubungan kaya gitu. Uhlala!" "Alay banget sih lo! Gak lucu kali Ra. Gue gak putus lagi. Enak aja, kita kan udah pada dewasa. Jadi cintanya juga dewasa dong. Hahaha.... Gini, si Kiki emang gak bisa ikut sekarang, tapi entar dia yg bakalan jeput kita. Nah habis itu, baru deh kita capcus main. Soalnya, besok kan lo udah mau balik. Sedih gue. Gak bisa apa seminggu lagi!" "Hello Poyem, Please deh jangan galau. Lo pikir bapak gue apa yang punya tuh kampus, hahaha. Gue disana cuma menuntut ilmu dan bakalan balik lagi ke sini. Secara, siapa juga yang bisa jauh dari lo. Disana gue rada canggung sih. Gak ada lagi yang bisa beresin hidup gue dikala gue kacau. kalau disini kan ada elo mamen,, hehe. Tapi akhir-akhir ini, gue punya temen satu kos, satu jurusan lagi ama gue. Namanya Gumi, anak Bandung. Baik banget anaknya, yah sifatnya beda-beda tipis gitu deh kaya lo. Jadi, gue bisalah lebih enteng. Kapan-kapan kalo elo ke Jakarta, gue kenalin yak." Senyum sumringah pun terpancar dari gadis yang selalu memakai pita biru dipergelangan tangannya itu. Seolah-olah meyakinkan sahabatnya untuk tidak mencemaskannya. "Gombalisme itu tolong ya, jangan di bawa-bawa. Kalau kaya gitu elo jadi beda-beda tipis ama Kiki. Udah enek gue dengernya. Lo jangan kege-eran Vigrong!! Disana itu elo sendirian. Kalau disini kan elo ada gue, bisa saling berbagi. Yaudah, syukur-syukur kali ya, temen baru lo itu bisa jagain lo. Gue kaya gini karena gue sayang sama elo Ra. Jangan galau ya disana." "Oh,,, my darling Poyem. Cup-cup-cup, cini peluk akyu. jangan nangis yak, hahaha." "Hahaha, kampret lo Ra. Udahan sedih-sedihnya. Filmnya mau mulai tuh. Yuk kita masuk." Perlahan namun pasti langkah kecil dari dua gadis belia itu memasuki ruangan bioskop, sendari ingin menonton film terbaru yang akan segera di putar. Lega dibuatnya perasaan Vigra, setelah penjelasan yang rumit namun dapat dimengerti oleh sahabatnya itu. Itulah sahabat, terkadang ia lebih mengerti kamu daripada diri kamu sendiri.

--------
bersambung



(1) = Iya deh, gue nyerah. (bahasa padang)




Gee

Tidak ada komentar:

Posting Komentar